Mengenal Charity sebagai Bagian dari Program CSR Perusahaan
Program Corporate Social Responsibility (CSR) kini sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari perusahaan yang mengutamakan sustainability dalam menjalankan usahanya. Sebagai sebuah program, cikal bakal munculnya CSR dapat dilacak sejak dekade 1950-an.
Patrick Murphy Profesor dari Universitas Notre Dame pada tulisannya “An Evolution: Corporate Social Responsiveness” di Michigan Business Review mengklasifikasikan empat era pembentukan konsep CSR. Dekade 1950-an menurutnya adalah era pertama CSR mulai dikenal. Murphy menyebut dekade ini sebagai era filantropik sebab ketika itu perusahaan-perusahaan sedang gencar-gencarnya mengumbar bantuan sosial (charity). Era kedua menurut Murphy adalah periode 1953–1967 yang ia juluki sebagai era kesadaran (awareness). Pada era ini perusahaan sudah mulai menyadari tanggung jawab bisnis perusahaan dan perannya bagi lingkungan serta masyarakat sekitar.
Sedangkan periode 1968–1973 sebagai era ketiga, ia menyebutnya sebagai era isu (issue). Ketika itu perusahaan telah mulai fokus pada isu-isu spesifik seperti kerusakan kota (urban decay), diskrimininasi rasial, dan masalah polusi. Era terakhir, era responsif (responsiveness) berlangsung pada 1974–1978 dan berlanjut sampai kini. Pada era ini perusahaan mulai mengambil langkah serius terkait CSR melalui pelibatan manajemen dan organisasi perusahaan. Tindakan ini meliputi pengubahan susunan dewan direksi, meninjau kembali etika perusahaan, dan pengungkapan kinerja sosial perusahaan.
Di Indonesia sendiri geliat program CSR memuncak dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Perseroan Terbatas. Dalam PP ini TJSL dijelaskan sebagai komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Melalui PP ini, pemerintah berusaha mendorong perusahan-perusahaan di Indonesia untuk melakukan kegiatan TJSL atau secara umum lebih dikenal dengan CSR. Salah satu sasarannya adalah Program Kemitraan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri. Sementara Program Bina Lingkungan bertujuan untuk menjadi program pemberdayaan sosial masyarakat.
Dalam mengimplementasikan peraturan ini, seringkali perusahaan di Indonesia menggunakan program CSR yang bersifat charity atau kegiatan filantropi. Bagi Badak LNG sendiri, charity menjadi salah satu dari empat pilar CSR selain community empowerment (pemberdayaan masyarakat), capacity building (peningkatan kapasitas), dan infrastructure (infrastruktur).
Mengenal Konsep Charity di Badak LNG
Pada prinsipnya ada dua fondasi dasar dari CSR, yaitu charity principle dan stewardship principle. Charity principle adalah kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk memberikan bantuan suka rela kepada seseorang atau kelompok yang membutuhkan. Kegiatan ini biasanya dalam bentuk kegiatan kedermawanan, seperti pemberian bantuan biaya perawatan kesehatan bagi masyarakat miskin yang tidak mampu mengakses fasilitas rumah sakit.
Sementara stewardship principle adalah tindakan perusahaan untuk mempertimbangkan kepentingan setiap pihak yang dipengaruhi oleh keputusan maupun kebijakan perusahaan. Prinsip ini lahir dari kesadaran bahwa ada ketergantungan antara perusahaan dan masyarakat, sehingga kegiatan yang dilakukan adalah pendekatan stakeholder. Dengan demikian perusahaan mampu menyeimbangkan kepentingan dan kebutuhan setiap kelompok yang bermacam-macam di masyarakat.
Berdasarkan dua fondasi dasar CSR tersebut, perusahaan dapat melaksanakan CSR dalam berbagai bentuk. Tetapi dari keseluruhan bentuk ini hanya ada dua pelaksanaan CSR yang dominan, yaitu menjadikan CSR sebagai kegiatan yang menyatu dengan inti bisnis perusahaan (inline) atau di luar inti bisnis perusahaan (yang biasa disebut charity).
Dalam praktiknya, pelaksanaan charity ini memiliki banyak bentuk, antara lain:
Corporate philanthropy, atau pemberian secara langsung dalam bentuk hibah tunai, donasi, atau barang.
Cause promotions, yaitu pengalokasian dana atau bantuan dalam bentuk barang dan sumber daya lain oleh perusahaan untuk meningkatkan kesadaran dan perhatian tentang masalah sosial. Contohnya adalah saat Badak LNG memberikan bantuan drum bekas yang aman dipakai untuk diolah kembali menjadi furnitur.
Corporate social marketing yaitu upaya perusahaan memberi dukungan pada pembangunan atau pelaksanaan kegiatan yang ditujukan untuk mengubah sikap dan perilaku dalam rangka memperbaiki kesehatan masyarakat, pelestarian lingkungan, dan lain-lain. Contohnya saat Badak LNG bekerja sama dengan IDI Bontang membangun empat unit MCK di wilayah Pagung, Bontang Lestari.
Social responsible business practice yaitu pengadopsian dan pelaksanaan praktik-praktik bisnis dan investasi yang memberikan dukungan pada permasalahan sosial, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan melindungi lingkungan. Dalam pelaksanaannya, perusahaan dapat menjalankannya sendiri atau bermitra dengan organisasi lain. Contohnya adalah bagaimana Badak LNG bermitra dengan masyarakat pesisir untuk melestarikan mangrove melalui pembibitan dan diversifikasi produk mangrove. Kemitraan ini berhasil menciptakan kelompok mitra binaan yang peduli dengan kelestarian mangrove yang terdorong oleh dampak langsung dari sisi ekonomi dan lingkungan yang mereka rasakan.
Charity Bukanlah Inti Kegiatan CSR
Namun, di tengah keragaman konsep charity yang dapat dilakukan oleh sebuah perusahaan, perlu disadari bahwa charity bukanlah inti dari kegiatan CSR. Kegiatan charity “hanya” merupakan sebuah bagian dari program CSR.
Perbedaan yang paling terlihat adalah charity merupakan jenis-jenis bantuan langsung perusahaan yang bersifat jangka pendek. Sementara keseluruhan kegiatan CSR mengarah pada program atau pola kemitraan (partnership) dengan seluruh stakeholder. Kemitraan ini bukan hanya bertujuan memandirikan mitra, namun sekaligus dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
Kegiatan CSR yang hanya bergantung pada kegiatan charity dapat memberikan efek jangka panjang yang kurang baik. Salah satunya adalah dapat timbulnya ketergantungan masyarakat pada perusahaan, sehingga masyarakat cenderung menjadi objek dari program CSR. Untuk menyelesaikan permasalahan jangka pendek, charity mungkin cocok untuk dilakukan, tapi tidak untuk jangka panjang.
Oleh sebab itu, Badak LNG tidak menumpukan kegiatan CSR perusahaan pada kegiatan charity saja. Perusahaan berusaha menjalankan empat pilar CSR secara berimbang sesuai kebutuhan melalui pembangunan infrastruktur, peningkatan kapasitas sumber daya masyarakat, dan bimbingan langsung kepada mitra binaan. Dengan demikian Badak LNG berusaha mendorong terbentuknya masyarakat yang berdaya dan mandiri.